Kalau berkunjung di kampung wisata Regol Gili Progo, Anda akan sering mendengar aneka suara burung berkicau seperti prenjak, but-but, derkuku, perkutut, emprit, jalak dan sebagainya. Tak jarang tupai dan biawak yang ditempat lain sudah tidak pernah ada, dapat ditemui di sini. Memang di sepanjang tanggul bantaran sungai Progo ini masih banyak sekali pohon-pohon besar dan kecil yang menjadi habitat pendukung berbagai fauna yang sengaja kami biarkan hidup bebas agar keseimbangan alam terjaga.
Oo ya..di siang hari Anda berada tempat ini akan terasa lebih nyaman, karena adanya tiupan sepoi-sepoi angin laut yang berhembus dari samudra Hindia Belanda yang menyapu daratan . Di tempat inilah kami bekerja mengolah Indigofera (tom) menjadi nila. Tanaman tom sebagai bahan baku produksi nila kami budidayakan di sawah-sawah tadah hujan dimana pada zaman kolonial dulu tanaman ini wajib untuk ditanam. Ada perbedaan suasana batin menanam tom zaman dulu dengan saat ini. Simbah-simbah buyut dulu menanam tom dalam keadaan tertekan dibawah ancaman Tuan Mandor! Saat ini kami jalani dengan hati gembira.
Meskipun produksi “emas biru” ini di kerjakan secara tradisional ini, namun secara kwalitas tidak diragukan lagi. Peminat pewarna indigo ini tidak hanya para pengrajin dalam negeri, tak jarang kami mengirim indigo ke luar negeri seperti : Jepang, Malaysia, dan Israel, baik dalam bentuk pasta maupun powder. Agar konsumen tidak salah pilih, zat warna alam indigo produksi dari Puspita Batik dipasarkan dengan merk dagang “Blue Gold”.